Minggu, 15 Mei 2016

Lama

Hai kalian yang di bandung dan depok. Apa kabar? Maaf ya aku mau menulis tapi bingung nyari tempat. kalau di blog nanti ketahuan hehe. Mungkin kalian sedang sibuk, tak apa. aku cuma mau cerita karena jujur aku bingung cerita kemana. Hahaha ibaratnya aku lagi ada di sebuah tempat yang ramaiii banget tapi aku di tengah beda sendiri dan ngerasa sendiri. Itu yang kurasa dari kemarin. Teman banyak tapi kurasa mereka hanya hanya akan dengar dan menyebarkan bukan memberikanku solusi ataupun memberiku dukungan. 

Begini. 

Kalian tau masa masa smpku yang luar biasa kelam kan? Kalo dipikir pikir lucu juga sementara saat SMA aku berubah sedrastis itu. Berhijab, hafalan quran, ikut kajian, aktif organisasi. Lucu mungkin aku tidak dekat dengan lawan jenis dan memilih kesibukan ini itu. Bahkan untuk pergi ke rumah teman sekedar main pun jarang kulakukan. Waktuku sehari-hari untuk rapat, ikut kepanitiaan sekolah, mencari dana, kegiatan sosial, mentoring, dan workshop ini itu. 

Semula kukira aku bisa menjadi seseorang seperti aku di masa sma. Tidak peduli akan lawan jenis seperti teman temanku lainnya. Namun, seiring dengan bertambahnya usia. Ternyata sulit ya? Aku belajar bahwa ya memang ini normal karena pengaruh hormon. Hanya saja bagaimana kamu mengendalikan hormonmu. Itu masalahku saat ini. Di umur mendekati kepala dua, hormon kita seakan sedang berada di puncaknya. 

Semasa kuliah, Aku kira aku akan fokus dengan akademis. Aku mengerti setelah sma, perjalanan hidup kita tidak mudah. Pendidikan yang kita tempuh pun harus dijalani dengan serius. Ini bukan lagi masa kita mencari jati diri. Namun ini tempat kita mempersiapkan diri menghadapi dunia dengan jati diri yang telah kita temukan sebelumnya. Awal semester aku fokus dengan segala akademisku dan ambisi ambisiku soal nilai dan cita-cita. Namun, aku merasa gagal. 

Ambisi yang aku bentuk saat lulus sma, dikalahkan dengan hantaman sistem kurikulum yang belum kumengerti, adaptasi yang panjang dan harus terus menerus berubah seperti bunglon, dan kerinduan pada rumah yang menggebu yang memaksaku untuk ingin pulang ke pangkuan ibuku. Cengeng. Aku cengeng sungguh. Bahkan aku sadar bahwa hidup sendiri di kos adalah pengaruh dari rayuan rayuan kakak kelas semasa sma dan aku hanya mengikuti egoku. Memaksa untuk masuk jurusan ini agar aku diizinkan ngekos. Persetan dengan cita-cita masa sma. Aku baru menyadari itu di awal semester. Lucu memang. Bodoh. Aku tahu. Tapi. ini. aku telah nyemplung. 

Dengan pencapaian akademis yang pas-pasan. Dengan ambisi yang semakin melemah. Dengan bujukan dan rayuan organisasi sekitar. Aku ikut organisasi. Kembali. Dan kini aku sedang kalut dan belajar kembali memegang amanah dan menjalankannya. Dan kubaru sadar. Inilah aku. Hidupku. Amanah dalam berorganisasi. yang tidak aku ceritakan pada orangtuaku. bahkan adikku. 

Selesai dengan akademis dan organisasiku. Inilah inti ceritaku sebenarnya. Lawan jenis. 

Cerita di sinetron ternyata tidak semudah itu. Jauh lebih lebay dan lebih kompleks. Di hidupku saat ini. Awal semester aku bertemu dengan teman-teman yang berbeda karakter. Jelas. Kita berasal dari kota berbeda dengan budaya dan sikap yang berbeda. Semula aku berteman menjalin akrab dengan mereka. Mengikuti kegiatan 'sistem pertemanan' mereka. Namun, ini bukan aku. Saat itu pun aku dekat dengan lawan jenis. berteman biasa dimulai saat meminjam catatan. HAHA KLASIK. tapi sungguh, ini bukan di sinetron. Ini hidup dan ceritaku.

Dengan tulisan di catatanku yang seperti cakar ayam, dia tetap memfoto kopi. Menghampiri ke kosan dengan membawa berbagai macam makanan, pertanyaan, dan lelucon. Tenang. aku tidak ekstrem membawa pria ke kamar. Kami di ruang tamu. Kami pun sering makan bersama dengan temantemanku yang lain. Hanya saja dia sering mengajakku lari setiap hari minggu untuk olahraga. Aku yang malas dan tidak bisa olahraga kadang menolak dengan alasan ketiduran. He he he. 

Mungkin memang jalanku bukan bersama dirinya, dia memilih berkomitmen dengan perempuan lain. Meskipun dia yang menjagaku saat aku dirawat, meski dia yang menemaniku sampai teman-temanku datang, meski dia yang sering mengantar jemputku saat ku belum punya kendaraan, meski dia yang menjemputku dari stasiun saat aku tiba jam 3 pagi. Tapi ya memang bukan dirinya. Atau mungkin aku yang terlalu berharap? Karena toh dia belum pernah mengajakku berkomitmen. 

Aku bertemu dengan teman lain. Mengajakku untuk berteman dengan teman lainnya. Kali ini kami memiliki kelompok bermain dengan lawan jenis. Hahaha lucu memang, aku pikir ini seperti di film-film. Kau punya teman se-geng bersama lawan jenis dan ini seru. Seru kurasa. Kami sering makan bersama, Belajar bersama dan pelan-pelan nilai kami sama-sama meningkat. Kami pun punya segudang rencana liburan yang entah mengapa lebih sering gagal terwujud dibanding berhasilnya. Wa-ca-na. 

Kami berteman dan berteman hingga suatu saat. Salah satu teman dekatku bercerita tentang perasaannya pada teman lainnya. Kaget? Agak. Aku sudah merasa dan sudah melihat. Tapi karena aku aktor yang baik, aku pura-pura bodoh. Atau memang bodoh? Entah. Intinya hari makin hari mereka terlihat sering bersama dan dekat. Aku ya penonton yang baik dan penikmat yang baik. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal. Entah feeling atau bagaimana. Aku merasa, teman dekatku ini agak 'agresif' dan terlalu menunjukkan padahal makhluk dari planet mars ini agak playboy. 

Aku tidak terima. Aku sering mengingatkan teman dekatku. Aku menganggap dia sahabat. Ya, kami sangat dekat. Seringkali aku menentang dia untuk terlalu berlebihan menyukai si 'Mars'. Entah feelingku berkata, temanku akan kecewa. Well, mereka memang semakin dekat. Orang-orang pun semakin beranggapan mereka dekat. Bahkan tak jarang aku menjadi sasaran empuk penggosip penggosip ceria untuk bertanya. Aku yang memang tidak tahu hanya membuat mereka semakin bertanya-tanya. Tapi sungguh. Aku takut teman baikku ini kecewa. 

Hingga suatu saat, teman dekatku ini bercerita bahwa dia telah berterus terang dengan si "Mars". Aku sungguh kaget. Tidak menyangka dan agak, entah kecewa. Dengan aktingku yang seadanya aku berusaha tenang dan mendengarkan dengan baik tanpa berusaha menghakimi karena aku yakin, dia butuh cerita. Si "Mars" sudah kuduga. TIDAK ADA KOMITMEN. Intinya, mars hanya menganggap dia teman. teman baik teman biasa teman teman teman teman teman. tidak lebih. Kenapa kamu sangat dekat dengannya, wahai Mars? Sejujurnya, aku ikut sedih dan kecewa pada Mars. 

Entah tipe orang seperti apa aku ini, aku yang kesal pada Mars justru sering kedapatan kerja bersamanya. Mungkin jalannya agar aku tidak menghakimi orang seenak jidat, kami sering disuruh mengerjakan tugas bersama, pergi bersama, ambil ini itu, ikut kepanitian bersama. Tidak, aku sudah mengerti "Mars" aku tidak mungkin terbawa perasaan karena sering bersama. Aku jelas telah melihat buruk-seburuk buruknya planet itu. Karena sering bersama itu, aku kadang berbohong pada teman dekatku. Aku takut, dia kecewa. Aku takut dia menganggapku 'gatal'. 

Tresno jalare suko kulino *maafjikasalah. Memang benar ternyata. Aku yang tadinya terpaksa berdua justru menjadi sering bersama. Orang lain tidak tahu memang karena menganggap aku dan dia sama sama biasa jalan dengan lawan jenis. Jujur, aku pun menjadi venus yang berteman akrab dengan mars. manapun siapapun. Jadi teman-temanku menganggap biasa saja. Setiap kali aku merasa senang padanya, aku selalu mengingat teman dekatku dulu dan selalu menepis perasaan itu jauh jauh. Aku berusaha mengalihkan dengan dekat dengan orang lain, teman smaku. Namun, karena sering bersama. AKU TIDAK TAHAN. Akhirnya aku menjebloskan diriku dalam kesibukan kesibukan yang tiada habisnya di organisasi dan kepanitiaan. 

Semakin aku sibuk, semakin dia tiba-tiba muncul. Membantuku. Entah apa yang dia bantu. Kami memiliki jalan pikir yang sangattttttt berbeda. Kurasa aku akan selalu bermusuhan dengannya karena kami berdebat tiada habisnya dengan prinsip kuat kami masing-masing. Sehingga aku agak terbantu menepis perasaanku padanya. Meskipun, dia tidak jarang mengajakku berkomitmen dengan canda-candanya yang selalu kutepis dan tak kuanggap serius. 

Hingga suatu hari. Aku dikecewakan oleh teman dekatku. Aku sakit hati dan entah kenapa aku tidak bisa bercerita padanya atau mengungkapkan segalanya. Aku sungguh kecewa. Berhari-hari aku berpikir. Tak pernah terpintas pikiran balas dendam ataupun pikiran jahat lainnya. Namun disaat aku sendiri seperti itu, si "Mars" datang dan lagi-lagi menawarkan tempat dan kenyamanan. 

Disinilah. Tiba-tiba dia berkata serius. Kami berkata serius tiba-tiba dengan pizza ukuran small dan rintik hujan diluar menjadi saksi. Aku malu jika menceritakan keseluruhan. Yang jelas, dia menceritakan semua tentang diriny, keluarganya, masa lalunya, juga masalah hubungannya dengan lawan jenis. Apa yang kudengar selama ini, salah. Apa yang oranglain katakan salah. Apa yang dibentuk orang lain tentangnya tidak benar. Dia bercerita secara gamblang berusaha terbuka dan menjawab berbagai pertanyaan sarkastikku. 

Aku kaku. Aku gagu. Entah yang mana yang harus kupercaya. Tapi ada suatu bisikan dari dalam diriku bahwa aku pantas percaya padanya. Dan hari itu, dia mengajakku untuk berani berkomitmen dengannya. Orang-orang sebelumku, tidak pernah dia ajak berkomitmen. Dia ingin berubah. Dia tidak ingin lagi dekat dengan Venus lainnya. Dia percaya padaku untuk merubahnya. Dia ingin aku merubahnya! Amanah. lagi. Dan seperti yang kukatakan tadi. Hidupku adalah amanah. dan ini motivasiku untuk menjadi lebih baik karena aku merasa berguna. 

Dia ingin berubah.
Dia ingin berubah.
Dia ingin berubah.
dan dia ingin aku yang merubahnya. 
Aku.
Aku. 

Dengan prinsip yang sangat berbeda soal hidup tapi tidak soal hati. Dia merasa sudah cukup mencarinya. Dia ingin selesai dan berakhir di aku. Meski dia baru berani serius nanti. Saat kami sudah sarjana. Dia hanya ingin terus dekat denganku karena merasa aku memiliki pengaruh atas dirinya dengan karakter kami yang berbeda. 

Aku pernah bertanya pada temanku yang lain yang netral dan tidak memihak salah satu. Dia bilang, si Mars orang baik yang sangat mungkin berubah jika ada yang berani merubahnya. Dan seseorang seperti dia apabila memilih untuk berkomitmen maka insyAllah akan serius melakukannya. 

Aku terdiam dan di hari kemudian, aku pun berani berkomitmen dengannya. Kami sepakat pada hubungan yang bukan mengumbar. Dia tidak senang update medsos. Dia ingin kami saling percaya tak perlu orang lain tahu yang penting kami saling ada satu sama lain untuk saling mendukung. 

Namun,
.
.
.
Disaat aku merasa baik-baik saja, teman dekatku dan teman teman dekat yang lain merasa aku dipermainkan. Memang mereka belum tahu apa yang telah terjadi dan aku merasa dihakimi karena langsung disuruh menyingkir karena menganggap dia bukan pria baik. Bagaimana, kawan? 
Sungguh. 
Aku. 
Kalut. 

Oleh kawan kalian yang selalu kalut. R. 

Bestfriend

Bestfriend
alesan kami jadi temen