Ini lanjutan dari ceritaku kemarin. Tentang manusia itu lagi. Kenapa di blog ini? Karena kurasa blogku kurang aman. He. he he.
Aku tidak tahu sedang menjalani hubungan pertemanan, lebih dari teman, komitmen, atau mungkin terikat. Yang kutahu sekarang, dia menjadi teman ceritaku.
Baru kali ini. Aku menyukai seseorang bukan karena karakternya, prestasinya, atau fisiknya. Tapi karena bagaimana dia sharring tentang pola pikirnya bagaimana dia mengkritikku bagaimana dia membuatku benci se benci bencinya bagaimana dia membuatku kesal se kesal kesalnya tapi sekaligus membuatku kagum senang dan selalu berharap dia terus ada untuk memojokkan aku.
Mungkin tadinya kami sama-sama tidak ingin orang lain tahu tapi apabisa dikata. Satu angkatan di kelas yang sama, mahasiswa berjumlah dikit, kami tinggal di kota kecil, yah langsung saja semua menyebar. Meskipun tidak tahu cerita aslinya. Meskipun aku dan dia sama sama di judge tidak baik. Meskipun aku yang dinilai anak baik-baik mungkin akan terkena imbasnya karena kedekatanku dengannya. Tapi, aku tidak menjadikan itu beban karena ya memang tidak ada yang tahu semuanya. Seringkali aku hanya tersenyum mesem mesem gak jelas dan tertawa dalam hati atau bahkan aku seringkali menahan emosi dalam dada karena teman lainnya menghakimi dia keterlaluan. Tapi disini, seperti yang selalu dia katakan. "Kamu bukan anak kecil lagi. Tetap dengarkan orang jadiin evaluasi tapi tidak dimasukkan hati." Tidak se puitis itu memang tapi aku hanya merangkumnya hehehe.
Aku dan dia sama sama berawal dari kesalahan dan dari ketidaksukaan satu sama lain. Karakter yang beda, masa lalu yang beda, teman dekat yang saling cerita, yang justru membuat kami berdua penasaran untuk saling mengenal. Entah apa karena pola pikirku yang sudah berubah, aku benar-benar merasa inilah hubungan pria-wanita yang sesungguhnya.
Komitmen yang aku pikir sama dengan pacaran, dibantah olehnya. Baginya komitmen adalah untuk diri sendiri. Pacaran? itu nanti setelah sama-sama yakin dan jika sudah pacaran, sudah jelas orang tua harus tahu dan kita berdua harus yakin. Bukan yang mencoba lalu putus lalu pacaran lagi dengan lainnya. Bukankah lelah jika harus terus begitu? Akhirnya meski aku sempat kesal dengannya karena tidak menjelaskan kepastian apapun, tadinya aku hampir menyerah dan sama sekali tidak lagi mau terlibat dengannya. Tapi, aku berpikir ini akan menjadi tantangan bagiku dan baginya. Akhirnya aku sepakat dan makin lama komitmen itu tertanam sendiri. Komitmen seperti apa? Komit untuk sama-sama saling menasihati jika perlu, komit untuk sama-sama saling menjaga hubungan, komit untuk selalu berkata jujur, komit untuk menjaga hubungan dengan lawan jenis, dan untukku, komit untuk menerima konsekuensi apapun yang telah aku ambil.
Hubungan apa ini? Yang kami lakukan hanya belajar bareng, makan bareng, sharring bareng, jalan? uh tidak pernah. Saling nemenin kalau belanja, mengantarkan saat butuh ke klinik, mengantarkan keperluan untuk ukm, saling menjaga, memarahi apabila aku bohong, memaksa aku untuk bercerita semuanya, tempat rewel, tempat marah-marah karena ukm lain, Membicarakan kedepannya? tidak sejauh itu. pernah tapi dia pun bukan orang muluk yang menjanjikan a b c d dia selalu membuatku gambling namun merasa penasaran akan jadi apa nanti. Untuk orang visioner sepertiku? Ini menyebalkan bukan? Tapi, semakin lama aku pun menjadi sadar. "Orang ini tidak mengumbar janji. Terlalu realistis." 180 derajat beda dengan orang visioner yang muluk muluk sepertiku,
Aku masih kekanak-kanakan tapi aku selalu menutupinya dengan pola pikirku yang straight, dengan mendengarkan orang lain, dengan menjaga teman-temanku, dengan menasihati orang dengan bijak, dengan berusaha berpikir kritis, dengan membantu orang mengurusi dirinya, dan banyak hal lainnya yang berusaha aku perlihatkan agar orang orang menilaiku dewasa. Aku tidak suka dibilang childish apalagi sebagai anak sulung dan dengan umur yang semakin tua ini.
Namun, apa yang telah aku perlihatkan, semuanya terbongkar olehnya. Dia melihat sisiku yang sering mengeluh, sering marah-marah, egois, ego sentris, ingin semua orang mengerti aku, ingin semua orang sepertiku yang tertib, ingin semua orang disiplin, namun tetap tidak bisa tegas. Dan lagi tidak bisa menolak meski aku tidak sanggup. Jujur, tingkat kekesalanku padanya meningkat tajam dan drastis seperti kurva common source yang non intermitten. Sial. kebongkarlah sudah sifat dan karakter asliku.
Tapi lucunya, dia ingin mendekatiku karena hal itu semua. Karena aku bukan orang yang dewasa, karena pola pikirku yang berbeda, karena sikapku yang kanak-kanak dan sering rewel, karena seringnya aku mengeluh. karena perlunya aku dinasihati, karena aku yang ego sentris. katanya: yang penting kamu orang baik.
Disini, bukan lagi fisik yang menjadi daya tarik. Disini karena komit diri masing-masing. Dan disini, dia yang lebih dewasa atau kadang jika kesal aku merasa dia sok dewasa dan aku yang masih di anggap anak-anak. Dia memang senang menasihati orang meskipun aku sering membatu dan tidak mengikutinya tapi dia mengikuti prosesku bukan hasilku. Jika aku terlalu membatu kemudia diakhir aku mengeluh, dia hanya berkata "aku gamau bahas yang pernah aku bilang. tapi kamu udah masuk mau tidak mau harus ikhlas atas semuanya. solusinya cuma kamu yang tahu, kamu bisa jadiin aku tempat cerita tapi prinsip kita beda, solusi yang kamu ambil akan beda." Luar biasa. Haruskah aku menyesal telah mengorbankan kedekatanku dengan teman yang menjauh karena laki-laki? yang bukan mendukungku disaat sulit tapi menambah bebanku? yang tidak mengerti aku kanak-kanak dan pelan pelan dalam bertindak namun malah menyerangku?
Aku tidak tahu yang dia lakukan pencitraan laki-laki atau bukan. Yang jelas, untuk saat ini aku percaya. Yang jelas, yang aku tahu orang ini selalu ada saat aku butuh rewel. Dia baru akan bilang dia capek setelah aku selesai cerita. Bukan menolak mendengar ceritaku atau kabur begitu saja. Disini aku hanya perlu sabar dalam menerima kata-katanya yang sering memarahiku atau saat dia sedang kesal dengan orang lain. Tapi disisi lain dia pun harus sabar saat aku rewel dan melakukan hal-hal aneh yang sulit dia terima atau karena sikap posesifku yang luar biasa kekanak kanakan.
Saat ini aku makin memahami dan mendalami hubungan antar lawan jenis. Ditingkat lebih lanjut dalam cinta monyet adalah hubungan saling memahami, saling mengerti, dan saling mendengarkan satu sama lain. Yang ditekankan dalam komitmen adalah kejujuran satu sama lain. Itu saja? dan yang penting tidak memaksa dan tetap memberikan pilihan. Lalu apabila sedang kesal? Bicarakan baik-baik dan jujur. Itu mudah kan? Bagiku tidak, tapi....
Dalam hubungan aku dengannya. Kami sama sama belajar.